RESENSI buku | sarinah |
kewajiban wanita dalam perjuangan republik indonesia |
Oleh Gusmiati
Penulis: Ir. Soekarno
Buku sarinah ini tidak menceritakan biografi dari seorang Sarinah itu sendiri, melainkan menceritakan keharusan wanita-wanita Indonesia berjuang untuk negerinya. Tak hanya mengangkat permasalahan wanita-wanita Indonesia, buku ini juga mendeskripsikan seorang wanita dari sudut pandang sejarah serta mengangkat perjuangan kaum wanita di daerah timur dan barat.
Sarinah sendiri adalah mbok Sukarno yang selalu menemani Sukarno kecil. Sosok Sarinah sangat dihormati oleh Sukarno karena ia belajar banyak darinnya. Sukarno kecil diajarkan untuk mencintai ibunya, rakyat jelata, dan manusia pada umumnya. Pelajaran dari Sarinah itulah yang terus melekat di hati Sukarno. Karena Sarinah, Sukarno membuka kursus bagi perempuan-perempuan Indonesia di tengah kesibukannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Buku ini menceritakan kegelisahan Sukarno mengenai wanita-wanita Indonesia saat itu yang sebagian besar dipingit oleh suaminya. Kebanyakan wanita Indonesia saat itu adalah bekerja di dapur serta mengurus suami dan anak. Mereka di penjara di rumahnya sendiri.
Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri. Sukarno menjelaskan perempuan dari sudut pandangnya sebagai seorang muslim dan dari sudut pandangnya sebagai seorang negarawan. Di buku ini Sukarno kerap kali melontarkan argumennya mengenai perempuan dan laki-laki yang berlandaskan pada hadis serta ayat-ayat Al-Quran.
Buku ini sangat kaya akan sejarah, mulai dari sejarah perkembangan manusia hingga sejarah pergerakan wanita yang semuanya dijelaskan dalam berbagai tingkatan. Di buku ini diceritakan perkembangan manusia yang dibagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah kehidupan manusia yang diibaratkan seperti gerombolan serigala, tingkatan kedua adalah periode matriarchat, dan tingkatan ke tiga adalah periode patriarchat. Semua beliau jelaskan dengan sangat detail dengan memberikan contoh kehidupan ke tiga tingkat itu di Indonesia dan di berbagai Negara.
Sukarno banyak menceritakan pergerakan wanita di barat karena pergerakan wanita di barat sudah jauh lebih dahulu ada daripada pergerakan wanita di timur. Jika pergerakan wanita terdiri dari tiga tingkatan, maka pergerakan wanita di barat telah mencapai tiga tingkatan tersebut, namun wanita di timur hanya bisa mencapai tingkat satu atau dua saja. Tingkat pertama dalam pergerakan wanita merupakan suatu kondisi dimana para wanita mulai berkumpul untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang “wanita”. Lalu tingkat kedua adalah kondisi dimana para wanita mulai mempertanyakan persamaan haknya dengan laki-laki. Setelah tingkat kedua terpenuhi, maka mulai muncul berbagai permasalahan yang akan menyebabkan tingkat ke tiga muncul, yaitu tingkat yang menggambarkan kondisi perempuan yang menomor-satu-kan keluarga dan menomor-dua-kan karirnya.
Tak jarang pergerakan wanita seperti feminisme ini kerap menimbulkan permasalahan. Permasalahn itu disebabkan oleh penyimpangan feminisme. Feminisme menuntut adanya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dan terkadang penyimpangan muncul dengan meluaskan konteks dari persamaan hak itu sendiri, yaitu persamaan mengenai fisik, pakaian, dan lainnya. Itulah yang Sukarno hindari. Penyimpangan tersebut mulai muncul di negara-negara barat. Di buku ini, Sukarno menitikberatkan pada pergerakan wanita di barat, namun untuk diaplikasikannya di Indonesia diperlukan suatu filter untuk mengambil pergerakan yang bersifat positif.
Buku sarinah ini tidak menceritakan biografi dari seorang Sarinah itu sendiri, melainkan menceritakan keharusan wanita-wanita Indonesia berjuang untuk negerinya. Tak hanya mengangkat permasalahan wanita-wanita Indonesia, buku ini juga mendeskripsikan seorang wanita dari sudut pandang sejarah serta mengangkat perjuangan kaum wanita di daerah timur dan barat.
Sarinah sendiri adalah mbok Sukarno yang selalu menemani Sukarno kecil. Sosok Sarinah sangat dihormati oleh Sukarno karena ia belajar banyak darinnya. Sukarno kecil diajarkan untuk mencintai ibunya, rakyat jelata, dan manusia pada umumnya. Pelajaran dari Sarinah itulah yang terus melekat di hati Sukarno. Karena Sarinah, Sukarno membuka kursus bagi perempuan-perempuan Indonesia di tengah kesibukannya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Buku ini menceritakan kegelisahan Sukarno mengenai wanita-wanita Indonesia saat itu yang sebagian besar dipingit oleh suaminya. Kebanyakan wanita Indonesia saat itu adalah bekerja di dapur serta mengurus suami dan anak. Mereka di penjara di rumahnya sendiri.
Perempuan itu tiang negeri. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri. Sukarno menjelaskan perempuan dari sudut pandangnya sebagai seorang muslim dan dari sudut pandangnya sebagai seorang negarawan. Di buku ini Sukarno kerap kali melontarkan argumennya mengenai perempuan dan laki-laki yang berlandaskan pada hadis serta ayat-ayat Al-Quran.
Buku ini sangat kaya akan sejarah, mulai dari sejarah perkembangan manusia hingga sejarah pergerakan wanita yang semuanya dijelaskan dalam berbagai tingkatan. Di buku ini diceritakan perkembangan manusia yang dibagi menjadi tiga tingkatan. Tingkatan pertama adalah kehidupan manusia yang diibaratkan seperti gerombolan serigala, tingkatan kedua adalah periode matriarchat, dan tingkatan ke tiga adalah periode patriarchat. Semua beliau jelaskan dengan sangat detail dengan memberikan contoh kehidupan ke tiga tingkat itu di Indonesia dan di berbagai Negara.
Sukarno banyak menceritakan pergerakan wanita di barat karena pergerakan wanita di barat sudah jauh lebih dahulu ada daripada pergerakan wanita di timur. Jika pergerakan wanita terdiri dari tiga tingkatan, maka pergerakan wanita di barat telah mencapai tiga tingkatan tersebut, namun wanita di timur hanya bisa mencapai tingkat satu atau dua saja. Tingkat pertama dalam pergerakan wanita merupakan suatu kondisi dimana para wanita mulai berkumpul untuk menyempurnakan dirinya sebagai seorang “wanita”. Lalu tingkat kedua adalah kondisi dimana para wanita mulai mempertanyakan persamaan haknya dengan laki-laki. Setelah tingkat kedua terpenuhi, maka mulai muncul berbagai permasalahan yang akan menyebabkan tingkat ke tiga muncul, yaitu tingkat yang menggambarkan kondisi perempuan yang menomor-satu-kan keluarga dan menomor-dua-kan karirnya.
Tak jarang pergerakan wanita seperti feminisme ini kerap menimbulkan permasalahan. Permasalahn itu disebabkan oleh penyimpangan feminisme. Feminisme menuntut adanya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dan terkadang penyimpangan muncul dengan meluaskan konteks dari persamaan hak itu sendiri, yaitu persamaan mengenai fisik, pakaian, dan lainnya. Itulah yang Sukarno hindari. Penyimpangan tersebut mulai muncul di negara-negara barat. Di buku ini, Sukarno menitikberatkan pada pergerakan wanita di barat, namun untuk diaplikasikannya di Indonesia diperlukan suatu filter untuk mengambil pergerakan yang bersifat positif.